Senin, 06 September 2010

alasan-alasan menghilangkan pidana pada tindak pidana aborsi

D. Alasan-Alasan Menghilangkan Pidana Pada Tindak Pidana Aborsi


Adapun alasan-alasan untuk menghilangkan pidana atau hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana diatur dalam Bab III buku kesatu KUHP dan telah diuraikan pada bab terdahulu dari tulisan ini.

Sedangkan alasan-alasan / indikasi untuk melakukan aborsi dapat diperinci

1. Alasan-alasan medis

a. Untuk menyelamatkan si ibu

b. Untuk menjaga kesehatan si ibu

c. Untuk mencegah gangguan yang berat dan tetap terhadap keselamatan si ibu

d. Untuk mencegah bahaya terhadap jiwa si ibu

e. Untuk mencegah kelahiran anak dengan cacat fisik atau mental yang berat.



2. Alasan-alasan social – ekonomi

a. Sudah mempunyai tiga anak atau lebih

b. Sudah mempunyai lima anak atau lebih

c. Jika ibu memikul tanggung jawab bagi penghasilan keluarga atau anak

d. Untuk mereka yang belum kawin si lelaki tidak mau bertanggung jawab terhadap anak yang akan dilahirkan.

3. Alasan-alasan kemanusiaan

Kehamilan disebabkan oleh

a. Perkosaan ( persetubuhan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan )

b. Perbuatan sumbang ( incest )

c. Persetubuhan dengan gadis masih dibawah umur.

Dari pasal-pasal KUHP pasal 346,347,348,349 yang merupakan keseluruhan pasal-pasal tentang buku pengguguran kandungan. Hanya menekankan pada perempuan dan barang siapa yang sengaja melakukan pelanggaran atau menyuruh orang lain untuk melakukan pengguguran pada badannya harus dihukum apapun alasannya

Ditinjau dari sistimatikanya maka kejahatan aborsi ini harus ditinjau kepada buah kandungan yang masih hidup. Dengan demikian untuk penuntutan perkara ini jaksa harus membuktikan bahwa buah kandungan itu masih hidup pada waktu dilakukan tindakan tersebut. Hal ini sulit untuk terlaksana pada pasal 346 dan 348 KUHP. Untuk memperluas pembuktian ini maka pasal 299 dapat digunakan untuk menyeret para aborsi :









Pasal 299 KUHP berbunyi :

Ayat (1) : barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,dengan diberitahukan atau ditimbulkan arapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama4 tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu Rupiah.

Ayat (2) : jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan terssebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga.

Ayat (3) : jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu

Jika pasal diatas dianalisis maka tidak perlu dibuktikan adanya kandungan yang masih hidup bahkan tidak perlu dibuktikan bahwa wanita itu benar sedang hamil. Pasal ini hanya memberikan harapan bahwa buah kandungannya akan gugur.

Berbagai hasil penelitian mempraktekan bahwa aborsi banyak dilakukan oleh anak gadis (remaja / belum menikah ) dengan penyebab yang bervariasi. Terdapat kecenderungan cukup tinggi untuk melakukan aborsi yang disebabkan perbuatan pemerkosaan karena janin yang dikandung tidak dikehendaki untuk dilahirkan.

Apabila ditelusuri perilaku aborsi berkaitan erat dengan posisi wanita yang cenderung sering menjadi korban dari perilaku kekerasan seksual. Pelecehan dan pemerkosaan merupakan dorongan menyapa seorang wanita melakukan tindakan aborsi. Aborsi jenis ini merupakan abortus criminalis. Kadang-kadang Hukum Pidana Indonesia melarang hal ini selain itu Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan juga melarang hal tersebut.

Disatu sisi pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk wanita yang menjadi korban. Jika pemerkosaan itu mengakibatkan kehamilan, maka pengalaman traumatis akan bertambah besar. Permasalahan akan muncul apakah pemerkosaan itu bisa dijadikan alasan agar wanita itu bisa melakukan aborsi, dan apakah pemerkosaan bisa dijadikan alasan medis atau terapentik ?

Apabila persoalan ini di jawab aborsi pada wanita yang hamil akibat tindakan / perilaku pemerkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi medis dan aborsi tanpa indikasi medis tetap dilarang. Padahal indikasi medis itu berada pada ahli-ahli kedokteran, baik kandungan maupun kejiwaan. Pasal 15 Undang-undang No 23 Tahun 1992 menyebut :

- Ayat (1) : dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

- Ayat (2) : tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang untuk itu dan

dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan

pertimbangan tim ahli.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.

d. Pada saran kesehatan tertentu.

- Ayat (3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindaka dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Dalam pangaturan KUHP semua perbuatan atau tindakan aborsi dilarang tanpa kecuali. Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa untuk alasan medis aborsi tersebut diperkenankan. Apabila aborsi dilakukan terhadap wanita hamil karena pemerkosaan dapat dimasukan atau digolongkan dengan alasan medis atau dengan indikasi medis tidak sama dengan indikasi kesehatan.

Telah dikatakan bahwa pemerkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis apalagi akibat dari perbuatan itu di wanita menjadi hamil. Kedaan traumatis ini dapat merupakan alasan indikasi medis maupun kesehatan untuk melakukan aborsi.

Dengan demikian maka aborsi terhadap wanita yang hamil akibat perkosaan dapat menghilangkan pidana bagi pelakunya dengan alasan medis atau kesehatan.



E. Alasan Aborsi Dalam Fatwa MUI

Fatwa MUI tertanggal 25 Mei 2005 No 4 tahun 2005 menetapkan dalam ketentuan hukumnya antara lain :

1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya Implantasi Blastosis pada

dinding rahim

ibu ( nidasi)

2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifa darurat

ataupun hajat

a) Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah :

1. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC, dengan Kaverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.

2. Dalam kedaan dimana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b) Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah :

1. Janin yang dikandung diseteksi menderita cacat genetik yang

kalau lahir kelak sulit disembuhkan.

2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang

berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga

korban, dokter, dan ulama

c) Kebolehan aborsi sebagaiman dimaksud huruf (b) harus

dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat

zina.

Setelah dianalisis fatwa tersebut maka dapatlah dikatakan fatwa MUI ini melarang orang melakukan aborsi disatu pihak dan juga membolehkan aborsi di lain pihak.

Alasan melakukan aborsi dalam MUI juga ada alasan karena indikasi medis, indikasi kesehatan. Dalam butir 2 ketentuan hukum fatwa dapat dilakukan selain dengan indikasi medis terhadap janin juga di perbolehkan dengan alasan akibat perkosaan mana dengan persayaratan. Persayaratan di bolehkan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan adalah harus ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga korban, dokter dan ulama. Selain itu kebolehan aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan dilakukan sebelum janin berumur 40 hari.

Undang-undang hukum pidana dalam hal-hal KUHP tidak mengenal pengguguran kandungan atau aborsi dengan alasan indikasi medic atau alasan apapun. Dari Undang-undang kesehatan No 23 juga membolehkan dengan indikasi medis dan indikasi kesehatan. Namun dari kedua undang-undang ini tidak mengatur dilakukan aborsi karena perkosaan. Dalam undang-undang kesehatan alasan akibat perkosaan dapat dimasukkan dalam kategori alasan kehamilan tidak dikehendaki.

Jika dianalisis secara yuridis maka fatwa MUI dalam hirarki perundang-undangan tidak ada tempatnya. Fatwa tidak sama dengan undang-undang ketentuan dalam fatwa ini termasuk ajaran Islam yang berlaku bagi mereka yang memeluk agama Islam. Apabila fatwa ini merupakan hukum Islam maka hanya berlaku bagi mereka yang tunduk pada Islam.

Namun dalam penegakan hukum terhadap kasus pengguguran kandungan akibat perkosaan fatwa ini dapat dipakai sebagai alasan namun harus dibuktikan dahulu dengan keputusan hakim tentang apakah benar terjadi perkosaan dan akibat dari perkosaan ini si korban menjadi hamil. Hal ini disebabkan tidak setiap perkosaan si korban manjadi hamil.

Secara viktimologis fatwa ini digunakan untuk melindungi si korban dari adanya perkosaan sosial dan budaya masyarakat.















BAB IV

PENUTUP



A. KESIMPULAN

Pasal 346 KUHP mengatur wanita yang sengaja menggugurkan kandunganya atau mematikan kandungannya diancam dengan pidana dan penjara. Itu berarti pengguguran kandungan atau aborsi tidak boleh dilakukan dalam bentuk apapun, kecuali aborsi spontan yaitu keguguran dengan sendirinya.

Fatwa MUI No 4 tahun 2005 menawarkan alasan melakukan aborsi dengan syarat. Mengingat akibat perkosaan tersebut adalah korban yang hamil, maka fatwa MUI dapat dipakai untuk mengurangi atau menghilangkan pidana dari si pelaku aborsi. Dengan demikian pelaku aborsi tidak dapat dipidana sesuai pasal 346 apabila janin yang digugurkan tersebut belum mencukupi 40 hari dan pelakunya adalah korban sendiri.

Dalam proses peradilan pidana maupun sistem penegakan hukum fatwa MUI ini tidak dapat dipakai sebagai dasar pembenaran pidana karena fatwa tersebut secara yuridis tidak berlaku seperti lex specialis derogati legi generali.







B. SARAN

Dari kesimpulan di atas dapat disarankan perlu adanya suatu yurispendensi mengenai aborsi dengan kasus perkosaan. Hal ini diperlukan untuk jaminan kepastian hukum dalam menanggulanginya persoalan pelaku aborsi sebagai korban perkosaan. Fatwa MUI ini dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkaya atau memperbaiki peraturan pidana berkaitan dengan hubungan pengguguran kandungan aborsi akibat perkosaan ini dapat dipertimbangkan secara khusus dalam perbaikan RUU KUHP ke depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar